Penyu Sisik

penyu sisik

https://id.wikipedia.org/wiki/Penyu_sisik#/media/Berkas:Hawksbill_Turtle.jpg

Data terlama terkait dengan keberadaan penyu di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu diantaranya Salm dan Halim (1984) yang menyebutkan bahwa TNKpS merupakan habitat penyu sisik dan penyu hijau bertelur terutama Pulau Gosong Rengat dan Pulau Peteloran Timur merupakan habitat habitat peneluran penting bagi penyu sisik di Laut Jawa. Selanjutnya diperkuat oleh Suwelo et al. (1992), menyebutkan bahwa keberadaan penyu sisik dan penyu hijau di Taman Nasional Kepulauan Seribu telah lama dan
mulai dilakukan penetasan secara alami sejak Tahun 1984. Sesuai dengan mandat perubahan fungsi dari kawasan Cagar Alam menjadi Taman Nasional Kepulauan Seribu pada Tahun 1995, penyu sisik (Eretmochelys imbricata) termasuk jenis satwa yang perlu di pertahankan keberadaanya di Taman Nasional Kepulauan Seribu.

Keberaan penyu sisik sangat dominan dibandingkan dengan penyu hijau di Taman Nasional Kepulauan Seribu, sebagaimana disebutkan oleh Halim (1984), jumlah sarang penyu yang ditemukan di TNKpS di dominasi oleh penyu sisik, dan dikuatkan berdasarkan data statistik Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu Tahun 2015, bahwa sepanjang Tahun 2015 hanya dijumpai 2 sarang penyu hijau sedangkan penyu sisik mencapai 70 sarang dan kebaradaan penyu hijau yan bertelur di Taman Nasional Kepulauan Seribu tidak selalu di jumpai dalam tiap tahun (TNKpS, 2015). Beberapa pulau yang ada di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan lokasi pendaratan penyu sisik untuk bertelur yaitu Pulau Peteloran Timur, Pulau Peteloran Barat, Pulau Belanda, Pulau Kayu Angin Bira, Gosong Laga, Pulau Sepa, Pulau Yu Timur, Pulau Yu Barat, Gosong Kapas, Pulau Pramuka, Pulau Kotok Besar, Pulau Karang Congkak dan Pulau Kapas.

Dalam rangka mempertahankan populasi penyu di alam, Taman Nasional Kepulauan Seribu melakukan 2 (dua) upaya yakni dengan cara pelestarian alami serta pelestarian semi alami. Pelestarian alami dengan cara membiarkan telur-telur penyu pada sarang untuk menetas hingga kembali ke laut dengan sendirinya. Sedangkan pelestarian semi alami yakni melakukan pengambilan telur dari sarang untuk dipindahkan dan ditetaskan di lokasi lain yang lebih aman dari gangguan. Pelestarian secara semi alami perlu dilakukan mengingat beberapa pulau yang sering digunakan untuk peneluran merupakan pulau pribadi sehingga sulit untuk melakukan pengawasan, disamping masih ditemui adanya kejadian pengambilan telur penyu oleh oknum masyarakat. Sementara untuk pelestarian penyu secara semi alami, Taman Nasional Kepulauan Seribu telah memiliki 3 pusat pelestarian penyu yang berada di SPTN Wilayah I Pulau Kelapa, SPTN Wilayah II Pulau Harapan dan SPTN Wilayah III Pulau Pramuka.

Sejak tahun 2014 terdapat 2 lokasi yang ditetapkan untuk site monitoring satwa prioritas di Taman Nasional Kepulauan Seribu yaitu di Pulau Peteloran Timur (PTT) dan Pulau Peteloran Barat (PTB). Di lokasi tersebut, dilakukan pelestarian penyu secara alami dan datanya dipantau dan dilaporkan rutin tiap tahun kepada Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati sebagai capaian peningkatan populasi 1 dari 25 satwa prioritas yang telah ditetapkan di Indonesia.

penyu sisik
Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricata) di Taman Nasional Kepulauan Seribu

Ditampilkan di tabel dibawah ini bahwa peningkatan populasi tukik lepas liar terjadi di Pulau Peteloran Timur (PTT) sejak tahun 2016 hingga tahun 2018 mencapai hingga lebih dari 300 %, sementara di Pulau Peteloran Barat (PTB) justru terjadi penurunan yang sangat signifikan sebanyak 50 %. Kondisi ini dilatarbelakangi jumlah predasi telur penyu oleh biawak yang semakin meningkat dan faktor alam dimana sebagian area sarang penyu terkena abrasi atau tergenang dengan pasang air laut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.